Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

What's up dude ! Hello ! Let's follow my blog.. Let's enjoy my articles.. Thanks for comin' in follow my blog.. I hope you like it..!

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Laman

Emak Kowe Nang Endi?


A1    
            Disuatu malam 25 detik sebelum pagi, pada zaman batu dimana belum ada kaca. Budi Gebleg terbangun dengan kagetnya, karena sang Emak sudah tidak ada di ranjang batunya. Budipun mencari di seluruh penjuru gua. Tetapi Budi tidak berhasil menemukan Emaknya.
Budi Gebleg: “ Mak, kowe nang endi? “
            Budi sangat sedih atas kepergian Emaknya. Saat sedang bingung, tiba-tiba Budi Gebleg menemukan surat yang ditempelkan di pintu WC batunya. Surat itu ternyata dari Emaknya.
            Budi yang menyadari isi dari surat Emaknya, langsung pergi untuk mencari Emaknya

A2
            Tak lama berjalan, Budi Gebleg tiba di hutan. Tiba-tiba ia mendengar suara orang yang sedang meminta tolong.
Kurcaci: “ Tolong, lontong! “
            Budi Gebleg menengok ke kanan dan ke kiri mencari asal suara. Saat melihat ke atas, ternyata asal suara itu dari seorang kurcaci yang tersangkut di atas genting.
Budi Gebleg: “ Hey, ngapain kamu di atas sana? Lagi senam ya? “
Kurcaci: “ Enak aja! Aku ini lagi nyangkut. “
Budi Gebleg: “ Nyangkut kok di genting. Nyangkut itu di pohon. “
Kurcaci: “ Terserah deh! Mau di pohon kek, mau di genting kek, yang       penting tolongin aku donk..”
            Dengan sebal Budi melihat sekeliling. Secara tidak sengaja, dia menemukan ranting pohon yang sangat panjang. Dasar gebleg, ranting itu diambil dan digunakan untuk menurunkan kurcaci.
Kurcaci: “ Hey, aku mau diapain pake begituan? “
Budi Gebleg: “ Udah, nggak usah cerewet. Yang penting kan kamu selamat.”
            Budi lalu mengulurkan kayu temuannya untuk menurunkan kurcaci dari atas genting. Dan. . . klontang, klontang, dung bes, blak, dor. Kurcaci jatuh dan mendarat dengan sukses.
Kurcaci: “ Aww!! Hey, nolong sich nolong. Tapi jangan kayak gini donk.
 Sakit.. “
Budi Gebleg: “ Halah, masih mending, daripada kamu nggak ditolong sampai kena hujan, becek, gak ada ojek. Mau????
Kurcaci: “ Ya udah deh, makasih. “
Budi Gebleg: “ Sama-sama. Kalau gitu aku mau meneruskan perjalananku. Aku mau mencari Emakku. “
Kurcaci: “ Hey, tunggu! Aku bisa membantu kamu mencari Emakmu, soalnya tadi aku melihat emakmu lewat sini dan sepertinya sedang mencari sesuatu. “
Budi Gebleg: “ Benarkah? Apa kamu tidak kerepotan? “
Kurcaci: “ Enggak kok. Kan aku balas budi sama kamyuuu. “
Budi Gebleg: “ Hah. . .  balas Budi? Balas aku? Kamu mau membalasku? Emang apa salahku? “
Kurcaci: “Dasar gebleg! Ayo ikut aku cepat! Kita akan temukan Emakmu!“
Budi Gebleg: “ Oke! “

A3
            Beberapa abad kemudian . . .
            Budi dan Kurcaci sampai di sebuah kota. Kota yang peradabannya jauh lebih maju daripada kampung Budi. Pemandangan yang terlihat di depannya sungguh asing. Saat asyik berjalan dengan Kurcaci, Budi Gebleg melihat bangunan yang besar dan megah Di atasnya terdapat papan nama. “ Budi Town Square “ .
Kurcaci: “ Eh, Bud! Disitu ada namamu. Pasti itu toko milikmu. Ayo kita ke sana! “
Budi Gebleg: “ Ha. . . Ayo. . . Ayo!!”
            Seorang petugas mall terheran-heran melihat tingkah mereka berdua.
Budi Gebleg: “Hey… Ayo kita ambil itu! Kayaknya enak tuch..”
Kurcaci: “Iya! Toko ini kan milikmu. Jadi kita bebas kan mengambil barang…”
Budi Gebleg: “ Iya donk..”
            Akhirnya mereka pun mengambil makanan yang ada di rak-rak mall, dan memasukkan makanan itu ke dalam tas mereka. Setelah itu mereka langsung keluar. ( Bunyi alarm ) Petugas mall menghampiri mereka dan memarahi mereka.
Petugas: “Hey! Dasar kalian! Mau nyuri ya?!”
Budi Gebleg dan Kurcaci: “Nggak koq!”
Petugas: “Oh.. Ya udah..”
            Budi Gebleg dan Kurcaci lalu pergi meninggalkan petugas itu.
Petugas: “Lho..! Hey mau dibawa ke mana makanan itu? Bayar dulu donk !”
Budi Gebleg: “ Tapi ini punyaku!”
Kurcaci: “Emm.. Sudahlah Budi. Kita kembalikan saja. Mungkin sudah takdirnya kita kelaparan dan kehausan.”
Budi Gebleg: “Tapi toko ini kan milikku?”
Kurcaci: “Mungkin kita salah, Bud..”
Budi Gebleg: “Hh..! Nih, Pak!”
Petugas: “Dasar gebleg..! Wong deso!” ( Menggumam )
Budi Gebleg: “Ada apa lagi, Pak? Koq manggil saya?”
Petugas: “Siapa juga yang manggil kamu?”
Budi Gebleg: “Lho bukannya bapak tadi manggil Gebleg?”
Petugas: “Oh.. Jadi namamu Gebleg ya? Pantesan.. Keluar!”
Budi Gebleg: “Aduh, sakit!”

A4
            Mereka pergi dari mall itu. Mereka melewati taman kota. Disana terlihat segerombol orang yang berkumpul di pusat taman kota. Ternyata di sana ada seorang pengemis yang menari seperti balerina. Budi mendekati dan mengamati pengemis itu. Pengemis itu menari dengan indahnya. Karena tertarik dan tidak pernah melihat sebelumnya, Budi Gebleg berlutut dan mengamati kaki balerina itu. Seketika secara tidak sengaja, kaki sang pengemis itu menendang Budi Gebleg.
Budi Gebleg: “Oh, teganya!”
Pengemis: “ Ups, sorry! Siapa suruh kamu disitu?”
Budi Gebleg: “Huh! Ayo kita teruskan perjalanan Kurcaci. Aku bosan disini! Orang-orangnya jahat.”
Kurcaci: “ Ya udah. Ayo! “
Budi Gebleg: “ Tunggu. Aku dengar sesuatu. Apa kamu dengar? “
Kurcaci: “ Oh ya ya, aku dengar. Itu seperti . . . . . . . .
            Akhirnya mereka mencari asal suara itu.

A5

Di tengah perjalanan . . . .

Kurcaci: “ Bud, aku haus nih! “
Budi Gebleg: “ Ah, dasar. Kitakan harus mencari asal suara itu.”
Kurcaci: “ Tapi aku nggak tahan nih! Kita ke sana yuk. Lihat itu ada sumur! Dan menurut firasatku, suara itu berasal dari sana! “
Budi Gebleg: “ Ih, dasar kurcaci. Doyannya air sumur. Ya udah, tapi sebentar aja ya! “
Kurcaci: “ Ya deh. “
Mbok Tijah: “ Eit, mau kemana, mau kemana??? “
Budi Gebleg: “ Bu, teman saya kehausan. Bolehkah saya meminta air dari sumur ibu? “
Mbok Tijah: “ Hm, gimana ya? Boleh deh, tapi sumur itu angker banget lho. “
Budi Gebleg: “ Biarin, aku nggak takut. Aku kan berotot dan kuat. “
Mbok Tijah: “ Kalo ada apa-apa aku nggak tanggung jawab lo. “
Budi Gebleg: “ Beres, Super Budi Man gitu loh! “
            Budipun menimba air dari sumur itu. Timba itu terasa berat. Budi semakin penasaran. Ditariknya timba itu lebih kuat. Dan ternyata yang ditimba Budi bukanlah air, melainkan…
Budi Gebleg: “ Emak? “
Emak: “ Anakku! ( memeluk Budi tapi salah, jadi meluk kurcaci ) “
Budi Gebleg: “ Lho, Mak! Mak, anakmu neng kene! “
Emak: “ O… Iyo! Anakku! “
Budi Gebleg: “ Lapo Mak neng kene? “
Emak: “ Aku nggoleki mataku. Nang endi yo? “
Budi: “ Astagfirullah, Mak.. Lha iku socane panjenengan. “
Emak: “ Endi-endi? “
Budi Gebleg: “ Iki lo. . . ( menyentuh mata Emaknya ) “
Emak : “ Aduh. .  . lara! Oalah le.. Neng kene toh mataku.. Tak goleki nganti elek, tiba’e neng kene.. “
Budi Gebleg: “ Walah. . . . Mak.. Mak..! Aku adoh-adoh nggoleki panjenengan, rupane panjenengan nang kene toh nggoleki soca..”
Emak: “ Iyo, Le. Aku nggoleki mataku. Waktu iku aku nggoleki mataku neng kene. Jenenge apes, Le.. Aku kepleset, nyemplung sumur. Untung aku gak popo. Padahal sumure jero lho, Le! Mak mu sakti yo..! Tapi…… Walah dalah.. Aku koq yo gebleg nggoleki mataku dewe.. Wong mataku nemplek neng kene… Wah, wah.. Saiki tak akoni. Kowe gebleg nurun aku! “
Budi Gebleg: “Iyo, Mak. Tapi tetap I Love koq, Mak. Ah, Emak, Emak..






                       

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar