Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

What's up dude ! Hello ! Let's follow my blog.. Let's enjoy my articles.. Thanks for comin' in follow my blog.. I hope you like it..!

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Laman

Pulau Sempu





            “Ye…ye…. Libur t’lah tiba, libur t’lah tiba, hore…hore…hore…!” teriak Sandra, anak kelas 12, SMA 3 Malang itu sangat gembira. “Duh, nggak usah lebay kayak gitu kali…!” sinis Xanya. “He…he…, habisnya aku seneng banget.” jelas Sandra. “Sudah-sudah…! Jangan pada rebut. Btw, liburan kalian pada ke mana?” tanya John pada Sandra, Xanya, Grace, Josse, dan David, teman satu gengnya itu. “Oh, jelas aku pergi ke Bali dong.” sombong Sandra. “Aku sih, nggak ke mana-mana.” jawab Xanya. “Aku insya Allah bakalan bantu orang tuaku nyiapin barang-barang buat panti asuhan.” jelas Grace. “Kalau aku kayaknya nggak ke mana-mana.” kata Josse dan David bersamaan. “Emangnya ada apa sih, kok kamu tanya-tanya gitu? Kayak wartawan aja.” kata Sandra. “Begini, rencananya aku mau ajak kalian ke Sendang Biru, camping…” “What…? Sendang Biru? Nggak salah apa camping di Sendang Biru.” sela Sandra pada John. “Aku belum selesai ngomong tau…! Bukan itu maksudku, San. Kita akan camping di Pulau Sempu…” jelas John yang belum selesai bicara. “Setuju!” jawab mereka serempak. “John, aku belum tahu bisa apa nggak.” kata Grace yang langsung dijawab oleh John, “Tenang aja, hari ini kalian semua tanya ke orang tua kalian, boleh atau enggak, terus malam Minggu kita ketemuan di tempat biasa untuk membicarakan rencana ini. Gimana?” “Setuju!” jawab mereka serempak.
            Keesokan harinya, tepat pada malam minggu, geng yang mereka namakan dengan “The Real” ini berkumpul. John mulai membuka pembicaraan. John menanyakan kepada teman-temannya itu, apa mereka bisa ikut camping di Pulau Sempu. Mereka semua bisa ikut camping namun sayang, Grace tidak dapat ikut. “Tenang aja Grace, aku punya rencana bagus agar kamu dapat ikut.” kata John.
            Hari Senin, pukul 09.00 WIB, “The Real” berangkat munuju Sendang Biru. “Sialan kamu John, aku enggak tega tahu kabur dari orang tuaku.” marah Grace. “Sudahlah, yang penting kamu ikut kan.” jawab John dengan santainya. “Gila kamu.” kesal Grace, “kayak penculik aja kamu itu.”
            Di dalam perjalanan Sandra, Xanya, Grace, Josse, dan David bingung. “kita nggak salah jalan?” tanya Sandra. “Oh, maaf aku lupa. Kita akan pergi ke Balekambang dulu. Aku mau ke pura dulu untuk berdo’a.” jawab John, “sebaiknya kalian ikut berdo’a di sana, karena kata orang tuaku jika berdo’a di sana, do’a kita akan dikabulkan hari itu juga.”
            Sesampainya di Balekambang, “The Real” pergi munuju pura tujuan. “Nah, kita sudah sampai. Aku ingatkan kepada kalian, jika kalian akan berdo’a, serahkan dahulu setetes darah kalian agar do’a kalian akan dikabulkan.” jelas John. “Kok aneh gitu sih?” bingung Sandra. “Emang gini caranya kalau doa kalian mau dikabulkan.” jelas John. “Bukan itu, maksudku kamu aneh ngajak orang yang agamanya lain berdoa di tempat ibadah kamu.” jelas Sandra. “Agama yang lain juga boleh berdoa di tempat agamaku. Kamu sih, nggak selevel sama aku, makannya kamu nggak tahu.” ejek John. “Apa maksudmu nggak selevel?” marah Sandra. “Tunggu, aku pernah dengar kalau kita ngasih darah kita ke sini, maka doa kita akan terkabul, tapi kita juga akan mati beberapa waktu setelah permohonan kita terkabul.” jelas Grace. “Heh…, jangan ngaco kamu ya! Aku tahu agamamu nggak pake’ gini-ginian, tapi jangan sok tahu ya! Bilang aja kamu ga suka sama orang yang agamanya lain khan. Gak perlu ngarang kalau bicara!” marah John. “Nggak gitu, John. Aku nggak bermaksud kayak gitu. Aku hanya dengar dari nenekku kalau nenek buyutku mati gara-gara nyerahin darahnya ke sini. Lagian kalau itu semua benar, aku juga nggak akan percaya sama gitu-gituan, yang kupercayai adalah Tuhanku sendiri.” jelas Grace. “Halah…. kalau kamu nggak percaya sama karangan orang dulu, kenapa kamu percaya yang dikatakan nenekmu?” teriak John. “Udah, udah… sudahlah Grace, kalau kamu nggak mau ikut ya nggak apa-apa, tapi kamu jangan memengaruhi kita dengan ngomong yang enggak-enggak dong! Lagian, kalau misalnya kata-kata nenekmu itu benar dan kami tahu, pasti kami juga nggak mau ke sini dari tadi.” jelas Xanya. “Tapi….” Belum selesai Grace berbicara, mereka sudah naik ke atas menuju pura. Grace hanya bisa berdoa agar perkataan neneknya itu tidak benar dan berdoa untuk keslamatan mereka.
            Beberapa waktu kemudian, David turun. “Kamu dari mana, Grace?” tanya David. Gracepun menjawab, “Aku habis dari musholla dekat sini. Yang lain mana?” “Mereka masih di atas, mungkin mereka akan kembali setelah ini.” jawab David. Davidpun membuka mobil untuk masuk, namun tangannya dicegah oleh Grace. “Kamu apa-apaan sih?” bingung David. Garcepun berkata, “Kamu percaya sama aku khan? Aku nggak bohong lah. Mana mungkin aku bohong sama teman-temanku sendiri. Aku berkata seperti tadi karena aku nggak mau mereka kenapa-napa.” David juga bingung harus percaya yang mana, tapi ia tidak mungkin pula tidak percaya pada teman kecilnya itu. Iapun berkata, “Grace, aku percaya banget sama kamu. Tapi nggak semua yang kamu inginkan bisa mereka penuhi.” “Hah, itu bukan sebuah keinginan, tapi sebuah fakta dan kenyataan. Kamu tahu, banyak orang yang percaya pada hal tersebut, namun apa? Mereka malah mati mengenaskan setelah permintaannya terpenuhi. Aku nggak bohong David, ini aku yang mengalaminya, jadi aku berani berkata seperti ini. Vid, aku mohon kamu nggak ngelakuin itu!” sedih Grace sambil terus meyakinkan David. Namun David hanya terdiam dan pergi dari hadapan Grace. Grace tak tahu ke mana perginya David. Sementara itu, Grace hanya ketakutan mebayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
            Setelah mereka semua selesai berdoa, mereka langsung menuju Sendang Biru dan ke Pulau Sempu. Sesampainya di sana, David memanggil seseorang pemilik perahu untuk mengantar “The Real” ke Pulau Sempu yang ada di seberang pantai Sendang Biru. Merekapun pergi ke Pulau Sempu menggunakan perahu. “Cihuy….! Nyampe’ deh!” seru Sandra. “Yu’ kita langsung aja masuk ke hutan. Semoga aja ada villa kosong di sana!” ajak John. Grace benar-benar ketakutan, lalu ia menoleh ke arah perahu yang mengantarnya, namun ia hanya melihat laut lepas yang tak ada satu orangpun. Ia semakin ketakutan, namun ia tidak berani berkata apa-apa, karena ia takut jika ia berkata yang aneh-aneh ia akan di marahi oleh ketua geng “The Real” itu, John. Ia hanya mengikuti teman-temannya meski terus dibayang-bayangi oleh ketakutan. Sebelum masuk hutan, Grace melihat sebuah tulisan yang tidak jelas. Namun ia hanya dapat membacanya sedikit. Ia sangat terkejut melihat tulisan itu, namun ia takut jika ia berkata pada teman-temannya yang sudah tidak percaya lagi padanya.
            “Boleh aku beri tahu sesuatu?” tanya Grace. “Nggak, kamu dari tadi ngomong gj, mending diam atau kamu pulang sekarang.” bentak John. Grace hanya bisa menahan tangis, sementara itu ia hanya bisa melihat hutan itu begitu seram dan tak bercahaya. Ia melihat dirinya semakin jauh dari teman-temannya dan semakin ia mendekat, teman-temannya semakin menjauh. Ia tak kuat menahan tangis. Iapun menangis dan berteriak-teriak. “Grace….!” seru David, “kamu kenapa? Ada apa?” “Vid, aku tak tahan lagi. Aku nggak bisa biarin kalian terus jalan ke sana. Aku nggak tahu ada apa dengan penglihatanku. Aku nggak kuat, Vid.” tangis Grace histeris. “Apa maksudmu? Aku nggak ngerti.” tanya David. “Sudahlah, sebaiknya kamu tutup matanya dan bawa dia bersama kita mencari villa.” perintah John. David hanya mengangguk walau ia masih bingung ada apa dengan teman kecilnya tersebut. Sementara itu, Grace terlemas karena semua bayang-bayang yang menakutinya.
            “Eh, lihat! Ada villa.” teriak Josse, “Ayo kita masuk!”. Setelah mereka sudah menemukan villa, mata Grace dibuka. Grace terkejut atas adanya villa di pulau yang tak berpenghuni manusia tersebut. Ia semakin ketakutan. Namun setelah ia mengedipkan matanya, villa itu hilang dalam sekejap. Akan tetapi, teman-temannya melihat villa itu semakin bagus dan bagus. Kemudian, mereka meletakkan barang-barang mereka di dalam dan beristirahat di dalam. “Gila, ada villa sebagus ini di pulau ini! Sebaiknya kita nggak usah camping di luar, mending di dalam aja nyaman.” ajak Josse. “Bener banget. Ya udah, aku mau mandi dulu ah.” jawab Sandra. Kemudian, anak-anak yang lain pada memilih kamar dan masuk kamar masing-masing.
            Di kamar, Grace hanya kebingungan pada dirinya sendiri. Ia heran mengapa teman-temannya tidak dapat melihat apa yang Grace lihat di hutan tadi. Ia berfikir tentang sebuah tulisan di depan hutan yang bertuliskan “once enter cannot go out”. Ia begitu takut, takut, dan semakin takut, suasana di dalam kamar pun semakin tegang. Tiba-tiba, terdengar suara orang berteriak, dan sepertinya itu adalah Sandra. Semua anak langsung ke kamar mandi tempat suara berasal. Mereka semua terkejut melihat Sandra sudah terbelah menjadi dua dan bagian badan yang setengahnya sudah menghilang. Darahnya pun mengalir begitu deras. Semua ketakutan dan berlari ke kamar John yang pada waktu itu tidak melihat kejadian itu. “John, Sandra John.” tangis Xanya. Xanya menjelaskan apa yang terjadi kepada John. Xanya dan Grace tak henti-hentinya menangis. Para lelakipun berusaha menenangkan mereka berdua. “Semua ini terjadi begitu saja tanpa ada tanda-tanda yang mengerikan.” kata John.
            Lalu, John berkata, “Aku mau melihat Sandra. Aku juga akan membawa dia ke sini dan kita kubur dia.” Grace langsung membentak, “Gila kamu John! Kita nggak mungkin lakuin itu. Suasana masih sangat tegang dan menakutkan. Sebaiknya nanti dulu jika sudah pagi. Kita cari bantuan.” “Nggak! Aku akan lakukan sekarang. Dia teman kita, aku…” Davidpun tiba-tiba menangis menyadari bahwa Sandra itu telah meninggal. Josse yang berada di dekat jendela kamar, tiba-tiba menghilang. Grace yang menyadari hilangnya Josse itu langsung memberi tahu teman-temannya. Mereka semua semakin takut dan berusaha mencari Josse sebelum terjadi apa-apa pada Josse.
            “A….!” teriak Xanya. “Ada apa?” tanya John, “Hah…!”. Mereka melihat Josse sudah tak berkepala. Namun anehnya, tidak ada darah sama sekali. Mereka semakin ketakutan atas kejadian itu. Mereka terus bersama-sama dan tidak berpencar. “Pyar…!” suara aneh itu tiba-tiba terdengar. Satu korban lagi hilang. David hilang tanpa jejak ketika yang lain menutup mata karena terkejut. Namun di tempat hilangnya David, tertulis “I in the beach for suicide”. Xanya, Grace dan John langsung berlari ke pantai dan tiba-tiba mereka melihat David tinggal badan dan kepala yang terpisah berjahuan. “Hah…hahaa…!” tangis Grace histeris. Ia tidak bisa berhenti menangisi teman kecilnya yang sangat sabar padanya, namun sekarang teman kecilnya itu tinggal badan tanpa nyawa.
            “Sudah Grace nggak ada waktu lagi untuk nangis, ayo kita pergi dari tempat ini!” ajak John. “Iya. Tapi, mana Xanya?” tanya Grace yang semakin ketakutan. Ternyata Grace dan John tak menyadari bahwa Xanya sudah menghilang saat mereka berbicara. Mereka berdua membalikkan badan dan melihat Xanya yang tak berbadan lagi. Namun anehnya, tak ada darah, malah yang ada hanyalah daun-daun kering. “Tunggu, di sini tertulis, ‘I’m Sempu Island’.” heran Grace yang langsung menyadari bahwa John sudah tidak ada di sampingnya. “Nggak…nggak…nggak mungkin….. John….!” teriak Grace, namun suaranya itu hanya terdengar sepi.

            “Nggak………………………………………………………………………………………………….!”

            “Grace…Grace…!” seru David, “Kamu kenapa? Mimpi? Sudah pagi nih. Ayo ikut aku ke pantai!” Mereka berdua pergi ke pantai. Di perjalanan, Grace masih ketakutan dan kebingungan atas mimpi buruknya itu. Di pantai terlihat orang tua dari “The Real” yang terus-menerus menangis. “Vid, ada apa ini? Kenapa orang tuaku menangis?” tanya Grace pada David. “Ikut aku!” ajak David. Grace begitu tak menyangka bahwa di matanya sekarang, ia melihat mayatnya yang begitu hancur yang ditangisi oleh orangtuanya itu. “David…! Aku masih mimpi kan?” tangis Grace yang menampar-nampar pipinya. “Nggak Grace. Kita benar-benar sudah mati dan semua yang kamu lihat itu benar.” jawab David santai.
           

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar